Jumat, 11 Oktober 2024

KABAR MENDAKI GUNUNG SAAT INI SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA

Oktober 2024. Akhir-akhir ini kita mendengar banyak kabar pendakian gunung yang sedang tidak baik-baik saja. Mari kita cermati beberapa berita berikut. 

Berita 1.

Sabtu, 5 Oktober 2024. Akram (17) ditinggal oleh rombongannya saat turun dari puncak Gunung Bawakaraeng Sulawesi Selatan. Saat hendak menuju Pos 9, Akram merasa kelelahan dan kelaparan. Korban lalu diberi jaket dan HT kemudian ditinggal turun oleh rombongan. Setiba Akram di pos 8, Akram kehilangan sebuah handphone dan terkendala untuk jalan bersama tim jadi temannya memutuskan untuk turun terlebih dahulu dan meninggalkan Akram.

sumber gambar disini

Meski sendirian, korban melanjutkan perjalanan turun. Tapi korban mengalami gejala hipotermia saat di jalur pendakian dari pos 8 menuju pos 7. Untungnya ada pendaki yang turun, pendaki yang turun itu sempat menangani kasih makan, karena faktor kelelahan dan kelaparan korban.

Setelah melaporkan kejadian itu ke Tim SAR di Pos Registrasi, pendaki tersebut mendapat arahan untuk melakukan penanganan pertama. Setelah survivor (Akram) sudah membaik, pendaki lain membawa survivor ke pos 7 sembari menunggu tim KPA Hijau Bawakaraeng dan titik bertemu di pos 7 (selanjutnya dilakukan evakuasi).

KPA Hijau Bawakaraeng  menyesalkan kejadian ini. Pertanyaannya mengapa rekan-rekan korban begitu ada bermasalah temannya satu orang tidak langsung (melapor) via telepon, padahal sudah diwanti-wanti oleh pihak KPA Hijau Bawakaraeng di pos registrasi itu melampirkan beberapa nomor kontak 1x24 jam standby untuk dihubungi saat ada yang bermasalah. Walhasil, KPA Hijau Bawakaraeng memberikan sanksi kepada Akram dan rombongannya.

Berita 2

Selasa, 8 Oktober 2024. Jasad Kaifat Rafi Mubarok (16), pendaki asal Jakarta yang dilaporkan hilang setelah jatuh ke jurang di kawasan Gunung Rinjani, Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya ditemukan Tim SAR gabungan setelah seminggu dilakukan pencarian.

sumber disini

“Korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Jasad korban berhasil dideteksi oleh drone thermal pada Selasa (8/10) sekitar pukul 10.30 Wita di kedalaman ratusan meter dari lokasi kejadian,” kata Kepala Kantor SAR Mataram Lalu Wahyu Efendi di Mataram, Selasa (8/10/2024).

Menurutnya, setelah ditemukan jasad Kaifat, fokus utama saat ini adalah melakukan evakuasi. Proses evakuasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat medan yang sangat terjal dan kondisi cuaca yang tidak menentu. “Tentunya harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang untuk memastikan proses evakuasi berjalan lancar dan aman,” katanya. 

Sebelumnya, pencarian terhadap Kaifat yang dilaporkan hilang sejak 29 September 2024 telah diperpanjang tiga hari setelah upaya pencarian selama seminggu tidak membuahkan hasil. “Tim SAR gabungan terus berupaya maksimal dengan mengerahkan berbagai peralatan, termasuk drone thermal, untuk mempercepat proses pencarian,” katanya.

Sebelumnya, korban dilaporkan terjatuh bersama rekannya saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani, namun rekan korban berhasil selamat dan korban dikabarkan hilang setelah terjatuh ke dalam jurang kawasan Gunung Rinjani.

Setelah mendapatkan informasi atas peristiwa tersebut, Tim SAR gabungan bersama petugas gabungan dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) melakukan pencarian dan korban berhasil ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.

BERITA 3

Naomi Daviola Setyanie (17) hilang di Gunung Slamet saat melakukan open trip pendakian di gunung tersebut, pada 5-6 Oktober 2024. Kegiatan open trip ini termasuk kegiatan luar sekolah, namun kabar hilangnya Naomi sampai ke pihak sekolah, SMK Negeri 3 Kota Semarang.

Kepala Sekolah SMKN 3 Semarang, Harti, mengetahui Naomi hilang berawal dari laporan tempat praktik kerja lapangan (PKL) di PT Kereta Api Indonesia (KAI). Pasalnya, pihak sekolah mendapat laporan dari instansi tempat PKL bahwa Naomi tidak masuk tanpa keterangan.

Saat mengetahui salah satu siswanya tidak hadir dalam PKL, ia segera menghubungi orang tua Naomi. Keluarga menjelaskan bahwa Naomi sedang izin untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah. Selanjutnya, Harti memperoleh kabar bahwa siswanya tersebut hilang di Gunung Slamet. Setelah mendengar kabar tersebut, ia langsung mengirimkan tim untuk membantu pencarian di Gunung Slamet.

Naomi bersama rombongannya sejumlah 40 orang pendaki tektok berangkat dari pos pendakian Bambangan, pada Sabtu (5/10/2024), pukul 23.00 WIB. Mereka kembali lagi ke pos Bambangan pada Minggu (6/10/2024), pukul 21.24 WIB.

Namun, Naomi ternyata tidak kembali bersama rombongannya. Pada Senin (7/10/2024), ketua rombongan melaporkan kepada pihak pos pendakian bahwa seorang pendaki perempuan, pelajar SMK asal Semarang, belum kembali.

Pendaki asal Kota Semarang, Vio (17) menceritakan pengalamannya selama tersesat 3 hari di gunung Slamet. Ia sempat dituntun burung. Vio mendaki Gunung Slamet lewat jalur Bambangan, Purbalingga, pada Sabtu (5/10). Ia sempat tersesat selama dua malam, sebelum akhirnya ditemukan tim pencari di Pos 7 Gunung Slamet pada Selasa (8/10) sore.

Vio berangkat ke jalur pendakian Gunung Slamet wilayah Purbalingga dengan naik motor sendiri, Sabtu (5/10). Sebelumnya, Vio pernah mendaki Gunung Ungaran. "Dari sini nggak ada teman, ke Gunung Slamet sendiri, ketemunya di basecamp," kata Vio kepada wartawan di rumahnya, Rabu (8/10/2024).

Vio menjelaskan, ada tiga kelompok dalam pendakian bersama itu. Mereka baru bisa melakukan pendakian pukul 23.45 WIB. Mereka tidak mendirikan tenda, sehingga langsung turun begitu sampai puncak. "Awalnya aman-aman saja, jalan sesuai jalurnya. Naik puncak juga sesuai jalurnya. Sampai Plawangan itu jam 10.00 WIB, dapat sunrise di perjalanan. Terus naik ke puncak sampai atas sekitar jam 12.00 WIB," tuturnya.

Vio tergabung di kelompok 3 yang terdiri dari 7 orang. Tapi tiga orang sudah turun duluan. Sementara dia bersama dua laki-laki dan satu perempuan lainnya baru naik ke puncak saat ketiga orang itu sudah turun. "Kita naik berempat, terus turun kita berempat, kita gandengan. Mas-mas rambut pirang duluan, saya mau nyusul, saya kira saya bisa nyusul tapi ternyata nggak. Saya capek, saya istirahat dulu," cerita Naom.

"Saya nengok ke belakang masih ada orang. Tapi nengok lagi yang ketiga (kali) itu sudah nggak ada (orang). Depan awalnya ada orang itu juga nggak ada. Cerita mereka (dua orang di belakangnya) juga sama, mereka nengok ke saya yang ketiga (kali) itu udah nggak ada," lanjutnya.

Sumber disini

Melihat medan di depannya hutan belaka dan tak ada orang lagi, Vio pun panik dan berteriak minta tolong. Tapi tak ada seorang pun yang dia temui saat itu. "Kemarin ada yang bilang saya ambil jalur kanan, padahal nggak, saya ambil jalur tengah. Bingung harus ke mana, lewat mana, benar-benar sendiri di sana," sambungnya.

Vio kemudian mencoba mencari jalan keluar. Hutan itu dia susuri terus sampai bawah. Akhirnya Vio menemukan pagar yang entah akan tembus ke mana, sehingga dia memutuskan kembali naik. "Tapi semakin saya naik, semakin treknya naik. Jadi kita ngejar sesuatu yang nggak bisa kita kejar. Karena saya capek saya berhenti, saya ke sana kemari lihat-lihat sekitar," jelasnya.

Hujan pun mulai turun. Vio memutuskan memakai jas hujan, duduk, dan beristirahat sambil melawan rasa takutnya. Dia tak pernah menyangka harus menghabiskan malam sendirian di Gunung Slamet yang baru sekali itu dia daki.

"Terus akhirnya turun, istirahat tapi nggak bisa benar-benar tidur. Cuma nyandar di batu pakai tongkat trekking pole. Setahu saya yang saya dudukin itu jeglong, tapi waktu bangun udah gundukan tanah. Di situ saya liat sunrise, nggak bisa foto karena HP mati dari Minggu, powerbank nggak tahu di mana juga," paparnya.


Saat itu entah dari mana seekor burung muncul di hadapannya. Burung itu seperti menunjukkan jalan ke arah yang benar. Dia pun mengikuti arah burung itu. "Saya lihat ke depan ada burung, saya ngerasa diarahin ke bawah, saya ikutin, dia turun aku turun. Dia naik aku naik. Tapi jalan yang dipilih jelek, jadi saya sampai luka-luka," kata Vio.

Karena masih tak menemukan jalan, Vio memilih kembali naik. Selama tersesat, dia hanya mengandalkan roti sobek yang tinggal 6 potong dan botol air mineral 1,5 liter yang dia isi ulang dari mata air. "Makannya benar-benar dihemat, sepotong buat sehari karena nggak tahu bakal sampai kapan. Bahkan sampai sekarang rotinya masih," jelasnya.

"Selama malam itu yang dipikirin kan masih punya adik-adik, nggak mungkin saya ninggalin mereka, nyerah gitu saja. Mama papa susah-susah nyekolahin, masak hilang gitu aja. Nenek juga yang merawat saya dari kecil, pokoknya (saya) harus ketemu nggak boleh hilang. Doa sama Tuhan, pokoknya semua pikiran tentang keluarga. Nggak ada yang ngalahin mereka," sambungnya.

Saat terjadi hujan badai pada Senin (7/10) pukul 16.00 WIB, Vio memilih berhenti dan bersandar pada pohon hingga tertidur. Terbangun sekitar pukul 20.00 WIB, ia melihat secercah cahaya menembus gelapnya hutan. "Saya lihat ke belakang ada senter, tapi nggak tahu itu orang atau bukan. Habis itu jam 20.00 WIB saya milih tidur lagi, tapi nggak tenang hatinya, takut ada apa-apa," kata dia.

"Paginya makan, minum, lihat sunrise, ditunjukin lagi sama burung, ada 3. Jengkelnya burung itu ngarahin ke yang akar-akar semua, kalau akar diinjak kan patah, kalau patah itu saya jatuh," imbuhnya. Setelah berjalan lumayan jauh, sekitar pukul 09.00 WIB Vio mendengar ada suara orang berteriak. Perasaannya langsung lega saat itu juga. Harapan seolah datang.

"Ada yang teriak-teriak 'Mbak Vio di mana?' saya bilang 'saya di sini'. Di situ saya lega banget udah ditemuin. Akhirnya ditolong sampai bawah. Sama sekali nggak digendong soalnya nggak ditawarin," terangnya. Vio langsung memeluk salah satu anggota tim SAR gabungan yang telah menjemputnya. Tangis lega pun pecah saat itu. Mereka kemudian turun dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Bapaknya cerita nyari dari Senin, nyari dua jalur, via Bambangan ke Gunung Malang dan sebaliknya," jelasnya. 

Setelah bertemu kedua orang tuanya, Vio langsung menangis sejadi-jadinya dan memeluk mereka. Usai dua hari tersesat sendirian, Vio akhirnya ditemukan dalam kondisi sehat meski lemas. "Begitu ketemu orang tua seneng banget sampai nangis, peluk mama. Trauma sih nggak, tapi yang jelas nggak bakal dibolehin naik gunung lagi," pungkas dia.

Diskusi

Ketiga kasus di atas berkaitan dengan pendaki muda yang berusia 16-17 tahun. Kita akan membahas kasus yang ketiga, yaitu kisah Naomi Daviola Setyanie alias Vio (17) yang tersasar di Gunung Slamet. Diskusikanlah dalam kelompok masing-masing, 

  1. Apa yang kalian lakukan jika kalian sendirian mengalami situasi sebagaimana halnya yang dialami oleh Vio diatas? 
  2. Hal pertama apa yang kalian lakukan? 
  3. Bagaimana menanggulangi situasi tersebut? 
  4. Persiapan apa yang perlu dilakukan agar tidak mengalami kejadian tersebut?
Tulislah hasil diskusi kelompokmu disini!  

Selamat Berdiskusi! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.